Jumat, 29 Mei 2015

Memetik Hikmah Di Balik Kemulian Ramadhan





Perjalanan waktu terus berlangsung. Tanpa terasa sekian ramadhan telah kita lewati. Ini membuktikan bahwa masa sudah saling berdekatan sebagaimana yang di beritakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Barangkali sebagian kita telah melalui ramadhan selama enam puluh tahun, ada pula yang lima puluh tahun, empat puluh tahun, tiga puluh tahun, dua puluh tahun, atau lebih maupun kurang. Namun apa hasil yang sudah kita raih untuk kebaikan agama dan akherat kita. Sudahkah tempaan bulan suci ramadhan mampu meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Atau masihkah tingkah laku kita sama dengan masa sebelumnya bahkan malah lebih parah. Kita memohon kepada Allah ampunan dan rahmat-Nya.

Wahai segenap kaum muslimin, marilah kita merenungi Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berikut ini :

يا أيها الذين أمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa (kepada Allah)”. (Al Baqarah: 183)

Apabila bertakwa kepada Allah menjadi tujuan utama dalam melaksanakan puasa ramadhan berarti pemenangnya adalah orang yang berhasil meningkatkan mutu ketakwaannya selepas bulan yang suci ini. Tentu sangat ironis, jika seorang yang berpuasa di bulan ramadhan justru lebih jauh dari Allah pada bulan-bulan yang berikutnya. Bahkan merupakan kesalahan besar bila seorang yang berpuasa اhanya mau menahan diri dari hawa nafsu dan syahwat hanya dalam bulan suci ramadhan dan tak lebih dari itu. Semestinya, fenomena rasa antusias yang sedemikain tinggi untuk melaksanakan ibadah dan menjauhi kemaksiatan dalam bulan suci ramadhan bisa ditularkan pada perputaran waktu yang selanjutnya.

Wahai segenap kaum muslimin, marilah kita menghilangkan dari benak kita asumsi bahwa ramadhan hanya sekadar seremonial ritual agama yang di gelar karena adat istiadat umat islam. Selepasnya, kita kembali kepada kemerosatan keyakinan dan moral yang sudah berlangsung sebelumnya dengan sangat parah dan rendah. Marilah kita menjadikan ramadhan sebagai pendidikan spiritual yang mampu membentuk kita sebagai manusia-manusia berkualitas di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Wahai segenap kaum muslimin, sesungguhnya bulan suci ramadhan ini mengandung berbagai pelajaran dan hikmah yang cukup banyak. Ibarat buah yang sudah ranum diatas pohonnya dan hanya tinggal menanti siapa yang datang untuk memetiknya. Dalam tulisan ini, kami mencoba untuk menyuguhkan sebagian pelajaran dan hikmah bulan suci ramadhan bagi para pembaca yang budiman, dengan harapan semoga Allah memberkati kehidupan kita dari waktu ke waktu yang kita lalui, sehingga kita menjadi semakin baik dan lebih bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Diantara hikmah yang bisa kita petik dari bulan suci ramadhan :

Berpuasa

Berpuasa adalah syariat dahulu kala yang diwarisi oleh para nabi dan rasul sampai kepada nabi kita Muhammad shallahu ‘alihi wasalam. Berpuasa menyimpan keberkatan dan kemanfaatan yang banyak sekali, baik dari sisi agama maupun kehidupan. Oleh karena itu, islam mensyariatkan amalan yang mulia ini bukan hanya pada bulan suci ramadhan. Selain puasa ramadhan di sana masih terdapat puasa-puasa yang lainnya, Ada yang wajib dan ada pula yang sunnah. Yang wajib, misalnya seperti puasa qadha`, puasa kaffarah, dan puasa nadzar. Adapun yang sunnah, misalnya seperti puasa nabi Daud yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka, Puasa hari senin dan kamis, puasa hari-hari putih yaitu tanggal tiga belas, empat belas, dan limas belas dari setiap pertengahan bulan Hijriyah dan lain sebagainya.
Berpuasa disyariatkan oleh Allah melalui Rosul-Nya adalah dalam rangka meningkatkan mutu ketakwaan kita. Disamping itu, berpuasa dapat menghindarkan kita dari segala gejolak hawa nafsu dan syahwat yang menyesatkan. Singkatnya, dengan berpuasa, kita bisa menyelamatkan diri dari amukan api neraka. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

الصيام جنة يستجن بها العبد من النار

“Berpuasa itu adalah tameng yang dengannya seorang hamba bisa membentengi diri dari amukan api neraka”.(HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan yang selain keduanya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dengan sanad yang hasan)

Ya, berpuasa adalah tameng yang membentengi kita dari amukan api neraka. Bagaimana tidak? Dengan berpuasa, kita telah menutup pintu-pintu syaithan yang berada dalam tubuh kita. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إن الشيطان يجري من ابن أدم مجرى الدم

“Sesungguhnya syaithan itu mengalir pada diri seorang anak Adam laksana aliran darah”. (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Shafiyyah radhiyallahu ‘anha)

Maka dengan berpuasa, kita telah menutup pintu syaithan untuk menyelusup ke dalam diri kita. Sebab kita telah meninggalkan makan, minum, dan syahwat kita selama berpuasa karena Allah. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman :

كل عمل ابن أدم له إلا الصيام فإنه لي وأنا أجزي به, يدع طعامه وشرابه و شهوته من أجلي

“Setiap amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya. Dia meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Aku”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Wahai segenap kaum muslimin, ketahuilah, bahwa lambung yang penuh merupakan sarang syaithan yang paling kotor. Dari lambung yang penuh itu, dia akan menggoda seorang manusia untuk durhaka kepada Allah. Seorang hamba yang lambungnya penuh memiliki tenaga, kekuatan, daya, dan potensi yang cukup besar untuk berbuat apa saja. Maka syaithan menggunakan peluang emas ini untuk menggodanya agar memuaskan segenap hawa nafsu dan syahwat dunia yang diinginkannya tanpa harus memperdulikan syariat Allah. Oleh karena itu, barangsiapa yang ingin mampu mengendalikan berbagai dorongan hawa nafsu dan syahwat kesenangan dunia yang sedang bergejolak hebat dalam dirinya, maka hendaklah dia berpuasa. Maka dengan berpuasa, dia akan terbebas dari segala ajakan hawa nafsu dan syahwat yang bisa mendorongnya ke dalam berbagai lembah hitam yang rendah lagi nista. Termasuk syahwat dunia yang bisa dia redam dengan berpuasa adalah syahwat terhadap wanita-wanita yang diharamkan atasnya. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

يا معشر الشباب, من استطاع منكم الباءة فليتزوج, فإنه أغض للبصر و أحسن للفرج, ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء

“Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang sudah mampu, maka hendaklah dia segera menikah, karena yang demikian itu lebih menundukkan pandangannya dan menjaga kehormatannya, dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena yang demikian itu buat dirinya adalah tameng”. (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)

Betapa banyak pria yang terperosok ke dalam lembah neraka jahannam disebabkan oleh fitnah wanita. Intinya, bahwa berpuasa adalah senjata ampuh guna meredam dan mengendalikan hawa nafsu dan syahwat yang durjana. Jika kita telah mengetahui hal ini, maka berpuasa bukan hanya amalan rutinitas pada bulan suci ramadhan. Akan tetapi lebih daripada itu, berpuasa adalah kebutuhan rohani yang semestinya ditunaikan sesuai prosedur syariat islam yang benar demi menggapai kebaikan dunia dan akherat, sehingga kita menjadi manusia-manusia yang lebih bertakwa dan berkualitas di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Wallahu a’lam bish shawab.

http://almaidani.net/memetik-hikmah-di-balik-kemulian-ramadhan/
 

Selasa, 26 Mei 2015

Beberapa Perkara yang Perlu Diketahui Sebelum Memasuki Ramadhan

Hukum Puasa Sehari atau Dua Hari Sebelum Ramadhan
Seseorang tidak boleh berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dengan maksud berjaga-jaga, jangan sampai Ramadhan telah masuk pada satu atau dua hari itu, sementara dia tidak mengetahui hal itu. Adapun, kalau seseorang berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan karena bertepatan dengan kebiasaannya dalam hal berpuasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis dan puasa Daud, hal tersebut tidaklah mengapa dan diperbolehkan dalam syariat.
Seluruh keterangan di atas berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan cara berpuasa satu hari atau dua hari (sebelum Ramadhan masuk), kecuali, (jika) seseorang biasa berpuasa dengan suatu puasa, (tetaplah) ia berpuasa.”

Penampakan Hilal Adalah Penentu Masuknya Ramadhan
Penentuan masuknya bulan Ramadhan adalah dengan cara melihat Hilal. Hilal adalah bulan sabit kecil yang tampak pada awal bulan.
Dalam syariat Islam, bulan hanya terdiri dari 29 atau 30 hari sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa, tatkala menyebutkan Ramadhan, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan kedua tangannya seraya berkata,
الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ثُمَّ عَقَدَ إِبْهَامَهُ فِي الثَّالِثَةِ فَصُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ ثَلَاثِيْنَ
“Bulan (itu) begini, begini, dan begini,” kemudian beliau melipat ibu jarinya pada kali ketiga (yaitu sepuluh, tambah sepuluh, tambah sembilan,-pent.), (lalu berkata), “Maka, berpuasalah kalian karena melihat (hilal) tersebut, dan berbukalah kalian karena kalian melihat (hilal) tersebut. Apabila tertutupi dari (pandangan) kalian, genapkanlah bulan (Sya’ban) itu menjadi tiga puluh (hari).”

Waktu Pemantauan Hilal
Pemantauan hilal Ramadhan hendaknya dilakukan pada 29 Sya’ban setelah matahari terbenam. Selang beberapa saat, bila hilal terlihat, 1 Ramadhan telah masuk, tetapi, apabila hilal tersebut tidak terlihat, berarti Sya’ban digenap­kan menjadi 30 hari. Secara otomatis, setelah 30 Sya’ban tentunya adalah 1 Ramadhan.

Apabila Terlihat di Suatu Negeri, Apakah Hilal Berlaku bagi Negeri Itu Saja, Ataukah Berlaku Juga bagi Seluruh Dunia?
Apabila hilal telah terlihat pada satu negeri, seluruh negeri lain di dunia diharuskan untuk berpuasa. Hal ini merupakan pendapat Jumhur Ulama yang dipetik dari firman Allah Ta’âla,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“… Maka barangsiapa di antara kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa ….” [Al-Baqarah: 185]
Juga dari hadits Abdullah bin Umar radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim yang tersebut di atas, dan hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ الشَّهْرُ فَعَدُّوْا ثَلَاثِيْنَ
“Berpuasalah kalian karena melihat (hilal) tersebut, dan ber­bukalah kalian karena melihat (hilal) tersebut. Lalu, apabila tertutupi dari (pandangan) kalian, sempurnakanlah bulan (Sya’ban) tersebut menjadi tiga puluh (hari).”
Ayat dan dua hadits di atas adalah perkataan yang ditujukan kepada seluruh kaum muslimin di manapun mereka berada pada belahan bumi ini, maka mereka wajib berpuasa tatkala ada di antara kaum muslimin yang melihat hilal.

http://dzulqarnain.net/beberapa-perkara-yang-perlu-diketahui-sebelum-memasuki-ramadhan.html

Senin, 25 Mei 2015

Jangan Kamu Heran, Penyembah Patung Akan Selalu Memusuhi Islam…!

Allah ‘azza wa jalla berfirman,
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” [Al-Maidah: 82]

#Beberapa_Pelajaran:
1. Peringatan kepada umat Islam untuk berhati-hati dan selalu waspada terhadap para penyembah berhala, penyembah patung-patung yang mereka pahat sendiri;
• Kapan kaum muslimin lemah dan lengah, sedang mereka berkuasa dan mampu, niscaya mereka akan menyerang, menyiksa, membunuh dan mengusir kaum muslimin,
• Bahwa ajaran-ajaran kasih sayang mereka hanyalah kepalsuan dan tipu daya belaka. Kaum muslimin Rohingya di Myanmar adalah saksi-saksi hidup akan kepalsuan dan tipu daya mereka di abad modern ini.

Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah berkata,
يقول تعالى ذكره لنبيه محمدّ صلى الله عليه وسلم: لتجدن، يا محمد، أشدَّ الناس عداوةً للذين صدَّقوك واتبعوك وصدّقوا بما جئتهم 
به من أهل الإسلام “اليهودَ والذين اشركوا”، يعني: عبدة الأوثان الذين اتخذوا الأوثان آلهة يعبدونها من دون الله

“Allah ta’ala dzikuruhu mengingatkan kepada Nabi-Nya Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam dalam ayat ini: Engkau benar-benar akan mendapati wahai Muhammad, orang-orang yang paling keras memusuhi kaum muslimin yang membenarkanmu, meneladanimu dan membenarkan ajaranmu adalah Yahudi dan orang-orang musyrik, yaitu para penyembah berhala yang menjadikan berhala-berhala sebagai ‘tuhan-tuhan’ yang mereka sembah selain Allah ta’ala.” [Tafsir Ath-Thobari, 10/498]

2. Pembenci Islam terbesar adalah Yahudi dan Musyrikin. Asy-Syaikh Al-Mufassir Abdur Rahman As-Si’di rahimahullah berkata,

فهؤلاء الطائفتان على الإطلاق أعظم الناس معاداة للإسلام والمسلمين، وأكثرهم سعيا في إيصال الضرر إليهم، وذلك لشدة بغضهم لهم، بغيا وحسدا وعنادا وكفرا.

“Maka secara mutlak, dua golongan inilah yang paling memusuhi dan paling banyak berusaha menimpakan bahaya terhadap Islam dan kaum muslimin, hal itu karena besarnya kebencian mereka terhadap kaum muslimin, serta sifat mereka yang melampaui batas, hasad, menentang dan kufur.” [Tafsir As-Sa’di, hal. 241]
• Mereka tidak akan pernah senang terhadap kaum muslimin sampai mengikuti agama mereka,

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِير

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” [Al-Baqoroh: 120]

Allah ta’ala juga berfirman,

وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىَ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواْ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) memurtadkan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” [Al-Baqoroh: 217]

3. Tidak ada alasan mengapa orang-orang kafir membenci kaum muslimin selain karena kekafiran mereka kepada Allah ta’ala dan keimanan kaum muslimin kepada-Nya, maka ayat yang mulia ini sekaligus mengingatkan kaum muslimin bahwa diantara konsekuensi keimanan adalah dimusuhi dan memusuhi orang-orang kafir. Allah ta’ala berfirman,

وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

“Dan mereka (orang-orang kafir) tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” [Al-Buruj: 8]
• Karena itu, memusuhi orang-orang kafir adalah sifat kaum mukminin. Allah ta’ala berfirman,

لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

“Engkau tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir; berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, meskipun musuh Allah tersebut adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka dan karib kerabat mereka.” [Al-Mujadalah: 22]

• Barangsiapa mencintai orang-orang kafir maka ia bagian dari mereka. Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai orang-orang yang kamu cintai; sebahagian mereka (orang-orang kafir) hanya pantas menjadi orang-orang yang dicintai bagi sebahagian yang lain (orang-orang kafir pula). Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka sebagai orang-orang yang dicintai, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” [Al-Maidah: 51]

• Akan tetapi kaum muslimin tetap dilarang berlaku zalim kepada orang-orang kafir, walau mereka zalim terhadap kaum muslimin. Inilah diantara keadilan dan rahmat Islam, bahwa kebencian seorang muslim terhadap kekafiran dan orang-orang kafir adalah wajib, tapi itu bukan alasan yang membolehkannya berbuat zalim kepada mereka. Allah ta’ala berfirman,

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَنْ لا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” [Al-Maidah: 8]

• Bahkan walau mereka berbuat zalim kepada seorang muslim, maka ia hanya boleh membalas sekadar kezaliman tersebut, tidak boleh melampaui batas. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

وَقَوْلُهُ: {فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ} أمْر بِالْعَدْلِ حَتَّى فِي الْمُشْرِكِينَ: كَمَا قَالَ: {وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ} وَقَالَ: {وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا}

“Dan firman Allah ta’ala,

فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ

“Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (Al-Baqoroh: 194)

Ayat ini adalah perintah untuk berbuat adil walau terhadap kaum musyrikin, sebagaimana firman Allah ta’ala pada ayat yang lain,

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.” (An-Nahl: 126)

Dan firman Allah ta’ala,

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.” (Asy-Syuro: 140).” [Tafsir Ibnu Katsir, 1/527]

• Karena itulah, tidak dibenarkan untuk membalas dan menakut-nakuti orang-orang kafir yang ada di suatu negeri karena kezaliman orang-orang kafir di negeri yang lain, sebab itu adalah kezaliman. Apalagi jika orang-orang kafir tersebut termasuk kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang tinggal di negeri muslim sebagai warga negara kaum muslimin, maka wajib bagi kaum muslimin untuk melindungi dan mendakwahi mereka, bukan karena kemuliaan maereka, tapi kaum muslimin memegang teguh perjanjian walau dengan orang-orang kafir, termasuk perjanjian dzimmah (kewarganegaraan di negeri muslim).

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيْحَهَا تُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا

“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad (yang terikat perjanjian), maka ia tidak akan mencium bau surga, dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” [HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma]

• Dan tidak ada jihad terhadap orang-orang kafir kecuali bersama pemerintah kaum muslimin. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعِ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي وَإِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

“Siapa yang taat kepadaku maka sungguh ia telah taat kepada Allah dan siapa yang bermaksiat terhadapku maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan siapa yang taat kepada pemimpin maka sungguh ia telah taat kepadaku dan siapa yang bermaksiat kepada pemimpin maka sungguh ia telah bermaksiat kepadaku. Dan sesungguhnya seorang pemimpin adalah tameng, dilakukan peperangan di belakangnya dan dijadikan sebagai pelindung.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’ahu]

Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

أَيْ يُقَاتَلُ مَعَهُ الْكُفَّارُ وَالْبُغَاةُ وَالْخَوَارِجُ وَسَائِرُ أَهْلِ الْفَسَادِ وَالظُّلْمِ مُطْلَقًا

“Maknanya: Berperang hendaklah dilakukan bersama pemimpin untuk melawan orang-orang kafir, pemberontak, khawarij dan semua orang yang melakukan kerusakan dan kezaliman, secara mutlak.” [Syarhu Muslim, 12/230]

Al-Imam Al-Barbahari rahimahullah berkata,

واعلم أن جور السلطان لا ينقص فريضة من فرائض الله عز وجل التي افترضها على لسان نبيه صلى الله عليه وسلم؛ جوره على نفسه، وتطوعك وبرك معه تام لك إن شاء الله تعالى، يعني: الجماعة والجمعة معهم، والجهاد معهم، وكل شيء من الطاعات فشارك فيه، فلك نيتك.

“Ketahuilah, kezaliman penguasa tidak mengurangi suatu kewajiban kepada Allah ‘azza wa jalla yang Allah wajibkan melalui lisan Nabi-Nya shallallahu’alaihi wa sallam (yaitu menunaikan hak Penguasa), karena kezalimannya adalah dosa yang membahayakannya, adapun ketaatanmu dan kebaikanmu kepadanya akan dibalas sempurna untukmu insya Allah ta’ala, yaitu: Tetaplah melakukan sholat berjama’ah, sholat Jum’at dan berjihad bersamanya, dan dalam semua bentuk ketaatan bergabunglah dengannya (jangan memberontak), maka engkau akan mendapatkan sesuai dengan niatmu.” [Syarhus Sunnah, hal. 113]

4. Janganlah engkau heran; pembunuhan, penyiksaan dan pengusiran orang-orang kafir terhadap kaum muslimin bukanlah sesuatu yang baru, melainkan telah dialami oleh manusia-manusia yang paling mulia, yaitu para nabi dan rasul ‘alaihimussalaam serta pengikut-pengikut mereka. Allah ta’ala berfirman,

يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ

“Mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Rabb kalian.” [Al-Mumtahanah: 1]

• Diantara hikmahnya mengapa Allah ta’ala menakdirkan hal itu terjadi adalah untuk menguji kaum muslimin siapa yang benar-benar beriman kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman,

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” [Al-‘Ankabut: 2-3]

• Hikmah lainnya adalah bisa jadi untuk menghukum kaum muslimin atas dosa-dosa yang mereka kerjakan dan mengingatkan mereka untuk bertaubat kepada Allah ta’ala,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

“Dan musibah saja yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (kesalahan-kesalahanmu).” [Asy-Syuro: 30]

• Hikmah lainnya adalah untuk mengingatkan kaum muslimin agar bersatu dan tidak berpecah belah,

وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا
“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan (berselisih), yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu, dan bersabarlah.” [Al-Anfal: 46]
• Hikmah lainnya adalah sebagai pengangkat derajat, penambah pahala dan penghapus dosa bagi kaum muslimin yang bersabar dalam keimanan dan ketakwaan. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Hanyalah orang-orang yang sabar itu pahala mereka tanpa batas.” [Az-Zumar: 10]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya Allah ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah timpakan kepada mereka bala, barangsiapa ridho dengannya maka Allah pun ridho kepadanya, barangsiapa yang marah dengannya maka Allah pun marah kepadanya.” [HR. At-Tirmidzi dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Shahihul Jami: 2110]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ ، وَلاَ وَصَبٍ ، وَلاَ هَمٍّ ، وَلاَ حُزْنٍ ، وَلاَ أَذًى ، وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidak ada musibah apa pun yang menimpa seorang muslim, apakah keletihan, penyakit, kegalauan, kesedihan, kezaliman, sakit hati, sampai duri kecil yang menusuk kakinya, kecuali dengan itu Allah ta’ala akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallaahu ta’ala ‘anhuma]

• Pada akhirnya Allah ta’ala akan menolong orang-orang yang teguh dan sabar dalam keimanan dan ketakwaan. Allah ta’ala berfirman,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” [Al-Baqoroh: 214]

5. Kewajiban kaum muslimin untuk saling menolong, terutama ketika kaum muslimin dizalimi karena keimanan mereka,

وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ

“Jika mereka (kaum muslimin) meminta pertolongan kepadamu dalam agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan.” [Al-Anfal: 72]

• Sebagaimana membenci dan memusuhi orang-orang kafir adalah konsekuensi keimanan, demikian pula mencintai dan menolong kaum muslimin termasuk konsekuensi keimanan. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” [Al-Hujurat: 10]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ المُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Seorang mukmin dengan mukmin yang lain bagaikan sebuah bangunan, satu dengan yang lainnya saling menguatkan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi dan berlemah lembut di antara mereka bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh tubuh akan ikut merasa sakit hingga tidak bisa tidur dan merasa demam.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم